Babak II
Tunduk dalam Kepasrahan
M
|
ƒ Niat
ƒ Takbir
ƒ Berdiri
ƒ Membaca Al Fatihah
ƒ Rukuk
ƒ Itidal
ƒ Sujud
ƒ Duduk diantara dua sujud
ƒ Tahiyyad akhir
ƒ Salam
Beberapa mahzab ada yang menambahkan rukun shalat dengan tu'maninah, tertib dan berurutan, serta sedikit variasi di dalam detail masing-masing rukunnya.
Evaluasi pelaksanaan rukun shalat
Saya tidak akan membahas secara detail masalah rukun shalat di sini. Rasanya sudah sangat sering dibahas dan sangat banyak buku-buku yang menulis tentangnya. Saya hanya ingin mengajak Anda untuk melihat kembali apakah rukun shalat tersebut sudah dilakukan dengan benar?
Pada bab sebelumnya kita sudah membahas masalah niat. Sekarang mari kita lihat rukun yang lainnya lagi.
Coba kita perhatikan rukun shalat di atas. Bacaan apa saja yang dimasukkan ke dalam rukun shalat? Jawabannya adalah Al Fatihah dan tahiyyad akhir (shalawat). Dapat juga ditambahkan dengan takbir dan salam yang juga harus diucapkan. Bacaan lainnya adalah sunnah. Jika dibaca menambah pahala, jika ditinggalkan tidak membatalkan shalatnya.
Jika demikian, apakah yang wajib dilakukan ketika rukuk atau sujud? Pertanyaan ini sederhana saja sifatnya, tapi selama ini banyak yang tidak memperhatikannya sehingga bingung menjawabnya. Jawabnya adalah gerakan rukuk dan sujud itu sendiri. Jika kita tidak membungkukkan dan menyujudkan badan, maka shalat kita tidak sah, kecuali jika kita sedang uzur tentunya. Sedangkan bacaan di dalamnya adalah sunnah, tidak dibaca tidak apa-apa. Shalat kita tetap sah.
Coba kita ingat kembali pelaksanaan shalat yang selama ini telah kita lakukan. Manakah yang lebih kita perhatikan ketika kita melakukan rukuk dan sujud? Bacaan atau gerakan? Banyak sekali orang mengira bahwa dia memperhatikan kedua-duanya, tetapi coba kita ingat-ingat kembali: Pernahkah kita memperhatikan apakah gerakan rukuk dan sujud kita telah sempurna? Apakah punggung kita telah lurus sehingga jika diletakkan gelas berisi air tidak tumpah? Apakah kita telah mengamalkan gerakan rukuk dan sujud sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini?
Abu Humaid As-Sa'idi r.a berkata, "Aku mengingat shalat Rasulullah SAW lebih baik daripada siapa pun di antara kalian. Aku melihat Nabi SAW mengangkat kedua tangannya sejajar dengan bahunya dan mengucapkan takbir, dan ketika rukuk Nabi SAW meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas dua lututnya dan punggungnya membungkuk lurus, kemudian setelah bangkit dari rukuk Nabi SAW berdiri tegak hingga semua tulang punggungnya berada dalam posisi normal. Ketika sujud, Nabi SAW meletakkan kedua (telapak) tangannya di atas tanah dan menjauhkan lengan bagian bawahnya dari tanah dan tubuhnya, dan jari jemari (kakinya) menghadap ke arah kiblat. Ketika duduk pada rakaat kedua, Nabi SAW duduk di atas kaki kirinya dan menyangga kakinya sebelah kanan; dan pada rakaat terakhir Nabi SAW menekan kakinya sebelah kiri ke depan dan menopang kakinya sebelah kanan dan duduk di atas pinggulnya". (1:791 - Shahih Al Bukhari).
Bacaan bukan panglima
Sadar atau tidak sadar, bacaan bagi kebanyakan kita telah menjadi panglima dalam shalat. Cepat-lambat atau panjang pendeknya bacaan telah menentukan lamanya shalat. Perpindahan antara satu gerakan ke gerakan lain dalam shalat ditentukan oleh selesainya bacaan, seolah-olah bacaan menjadi aba-aba dalam shalat. Begitu kita selesai membaca bacaan sujud 3x, maka segera kita bergerak untuk duduk. Begitu selesai menyampaikan 8 permohonan di saat duduk di antara 2 sujud, kita langsung bergerak untuk sujud kembali.
Kebiasaan ini mungkin dilakukan karena mencontoh dari apa yang kita lihat ketika shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah, setelah selesai membaca Al Fatihah dan surah pendek, imam shalat biasanya akan mengucapkan takbir sebagai tanda kita harus rukuk. Kita lalu mengambil kesimpulan, bahwa selesainya bacaan shalat menjadi batas lamanya gerakan shalat yang lainnya. Padahal tolok ukurnya berbeda. Ketika kita berdiri membaca Al Fatihah, bacaannya adalah wajib. Sedang ketika rukuk, I’tidal, sujud dan duduk, bacaannya sunnah, yang wajib adalah gerakannya.
Mungkin Anda bertanya-tanya, jika bukan bacaan lalu apa yang menentukan lamanya gerakan rukuk, i’tidal, sujud dan duduk? Marilah kita lihat apa yang diajarkan Nabi ketika memberikan pelatihan shalat secara singkat kepada seseorang sebagaimana hadits di bawah ini.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah: Rasulullah SAW masuk ke dalam masjid dan seseorang mengikutinya. Orang itu mengerjakan shalat kemudian menemui Nabi SAW dan mengucapkan salam. Nabi SAW membalas salamnya dan berkata, "Kembalilah dan shalatlah karena kau belum shalat". Hal itu terjadi tiga kali. Orang itu berkata, "Demi Dia yang mengutus engkau dengan kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat dengan cara yang lebih baik selain cara ini. Ajarilah aku bagaimana cara shalat". Nabi SAW bersabda, "Ketika kau berdiri untuk shalat, ucapkan takbir lalu bacalah (surah) dari Al Quran kemudian rukuklah hingga kau merasa tenang (thuma'ninah). Kemudian angkatlah kepalamu dan berdiri lurus, lalu sujudlah hingga kau merasa tenang selama sujudmu, kemudian duduklah dengan tenang, dan kerjakanlah hal yang sama dalam setiap shalatmu". (1:724 - Shahih Al Bukhari).
Jika kita membaca hadits di atas, kita bisa duga, bahwa orang itu sudah mengetahui bacaan dan gerakan-gerakan shalat. Tapi mungkin pelaksanaan dilakukan secara terburu-buru. Karena itu, Nabi tidak lagi mengajarkan bacaan dan dasar-dasar shalat lainnya. Nabi mengajarkan apa yang perlu diperbaiki oleh orang itu. Beliau mengajarkan, bahwa lamanya gerakan shalat, khususnya ketika ruku', sujud dan duduk, bukanlah ditentukan oleh selesainya bacaan, tetapi sampai kita merasa tenang.
Mungkin orang itu sama seperti kita. Kita hafal seluruh bacaan shalat, tahu gerakan-gerakan shalat dan mungkin juga seluk beluk shalat lainnya. Kita merasa shalat kita sudah sempurna seperti yang dicontohkan Nabi. Kita sering tidak sadar, ketika shalat kita sering membaca bacaan dengan cepat agar shalat kita cepat selesai. Ternyata shalat semacam itu dipandang Nabi hanya seperti angin lalu saja. Sia-sia. Diulang berkali-kali pun tidak ada gunanya.
Rukun shalat yang dilupakan
Kesempurnaan gerakan tidak mungkin dicapai jika kita terburu-buru dalam melaksanakan shalat. Gerakan-gerakan shalat harus dilakukan dengan perlahan-lahan dan penuh perasaan. Dalam rukun shalat, hal itu disebut sebagai THUMA'NINAH. Thuma'ninah diartikan sebagai berhenti sebentar dalam setiap gerakan hingga seluruh tulang dan persendian kembali pada posisi yang tepat dan tubuh terasa tenang.
Thuma'ninah sebetulnya termasuk dalam rukun shalat pada sebagian besar mahzab. Ada yang dinyatakan sebagai salah satu rukun, ada pula yang digabung dengan rukun lain. Mahzab Syafi’I yang dianut oleh sebagian besar orang Indonesia menggabungkan thuma'ninah dalam rukun yang lain, seperti rukuk dengan thuma'ninah, sujud dengan thuma'ninah, duduk dengan thuma'ninah. Tetapi karena thuma'ninah bukan merupakan gerakan atau bacaan, maka dia sering dilupakan orang. Padahal sebagai rukun, sebetulnya thuma'ninah tidak boleh ditinggalkan. Shalat tanpa thuma'ninah kira-kira sama dengan shalat tanpa bertakbir atau tanpa membaca Al Fatihah atau tanpa salam. Artinya, shalat tersebut tidak sah!
Berikut ini adalah tabel perbandingan rukun shalat dalam 4 mahzab6.
Mazhab
|
Syafi`i
|
Malik
|
Hanafi
|
Hanbali
|
1. Niat
|
rukun
|
rukun
|
-
|
-
|
2. Takbiratul Ihram
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
3. Berdiri
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
4. Membaca Al-Fatihah
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
5. Rukuk
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
6. I`tidal
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
7. Sujud
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
8. Duduk diantara dua sujud
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
9. Duduk tasyahhud akhir
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
10. Membaca tasyahhud akhir
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
11. Membaca shalawat
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
12. Salam
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
13. Tertib
|
rukun
|
rukun
|
-
|
rukun
|
14. Thuma’ninah
|
rukun *)
|
rukun
|
-
|
rukun
|
*) Digabungkan dengan rukun lainnya
****************************
6 Tabel diambil dari http://www.eramuslim.com/ustadz/shl/7611221508--mana-datangnya-rukun- sholat.htm yang merupakan kutipan dari kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, karya Dr. Wahbah Az- Zuhaili. Pada bagian thuma’ninah diubah oleh Penulis berdasarkan buku Fikih Shalat. Kajian berbagai Mazhab. Dr. Wahbah al Zuhaily. Terjemahan Prof. Drs. KH. Masdar Helmy. Penerbit Pustaka Media Utama. Cetakan pertama tahun 2004.
0 comments:
Post a Comment
Kalau digumpal sekecil kuku, kalau dibentang selebar alam, walau sebesar biji labu, bumi dan langit ada di dalam ....